LUMAJANG, iNewsLumajang.id - Dugaan adanya peralihan fungsi hutan lindung (HL) menjadi lahan tanaman tebu di kawasan Perhutani Lumajang dibantah oleh pihak berwenang.
Berdasarkan hasil temuan pada Senin (11/11/2024), lahan yang menjadi sorotan tersebut sebenarnya terletak di kawasan hutan produksi kelas Tenurial (KTN), bukan hutan lindung.
Isu mengenai alih fungsi lahan ini mencuat di area blok hutan 2B di Desa/Kecamatan Pasrujambe. Persoalan tersebut sempat ramai dibahas oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lira, Kabupaten Probolinggo, karena dianggap berpotensi meningkatkan risiko bencana banjir lahar dari Gunung Semeru, yang bisa berdampak pada kawasan permukiman di Bumi Semeru Damai (BSD).
Salah satu warga Desa Sumbermujur, Agus Zainal Wahyudi, mengungkapkan kekhawatirannya meskipun lahan yang mengalami alih fungsi berada di kawasan hutan produksi kelas tenurial atau lahan konflik.
Ia menyebutkan bahwa alih fungsi lahan yang dekat dengan kawasan permukiman penduduk BSD dinilai dapat membahayakan warga sekitar.
"Awalnya diduga hutan lindung, namun ternyata hutan produksi saat kami sampai di lokasi. Yang dipermasalahkan adalah alih fungsi lahannya. Di desa ini kan rawan bencana, sementara warga di hunian sementara juga mengalami kesulitan air. Apalagi, beberapa titik menunjukkan penghijauan yang sangat kurang karena kerusakan hutan bambu," ungkap Agus.
Menanggapi hal tersebut, Administratur Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Probolinggo - Lumajang, Aki Leander Lumme, menegaskan bahwa informasi terkait perubahan fungsi hutan lindung menjadi lahan tebu tidak benar.
Ia memastikan bahwa kawasan yang dimaksud berada di area hutan produksi kelas hutan tenurial, sehingga tidak ada perubahan fungsi hutan.
"Berita mengenai alih fungsi lahan hutan menjadi lahan tebu itu tidak benar. Tanaman tebu yang diberitakan berada di kawasan hutan produksi kelas tenurial, bukan di kawasan hutan lindung," jelas Aki.
Sebagai langkah penanganan terhadap temuan ini, Perhutani berencana melakukan negosiasi melalui perjanjian kerja sama berbasis agroforestry guna menangani lahan konflik tenurial tersebut.
"Dalam penanganannya, karena kelas hutan ini merupakan konflik tenurial, langkah negosiasi dan kerja sama secara agroforestry akan ditempuh," tutupnya.
Editor : Yayan Nugroho
Artikel Terkait