LUMAJANG, iNewsLumajang.id — Kabut tipis turun di lereng Gunung Semeru saat pagi mulai merekah. Di antara gemericik air sungai kecil di Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, seorang pria paruh baya melangkah pelan dengan sandal jepit usang. Di tangannya, sebuah kunci pas dan sapu lidi ia bawa menuju turbin di tepi sungai — sumber cahaya bagi ratusan rumah di desanya.
Namanya Sucipto (61). Ia bukan pejabat, bukan pula insinyur perusahaan besar. Namun berkat tangan dan pikirannya, dusun yang dulu gelap kini terang benderang setiap malam. Cahaya yang mengalir ke rumah-rumah warga bukan berasal dari jaringan PLN, melainkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang ia ciptakan sendiri lebih dari tiga puluh tahun lalu.
“Air itu sumber kehidupan. Kalau bisa menghidupi alam, kenapa tidak manusia?” katanya sambil tersenyum, matanya menatap aliran sungai yang tak pernah berhenti bergerak.
Dulu, malam di Kajar Kuning hanya diisi cahaya pelita minyak tanah. Anak-anak belajar dengan pencahayaan seadanya, sementara warga berhenti beraktivitas ketika matahari tenggelam. Bagi Sucipto, keadaan itu terasa menyakitkan. Ia ingin anak-anak di desanya punya kesempatan belajar seperti di kota.
Dengan pengetahuan teknik mesin yang diperolehnya dari IKIP PGRI Malang, ia mulai bereksperimen di bengkel kecil di rumahnya. Besi bekas dijadikan turbin, kabel sisa dirangkai menjadi generator sederhana. Berkali-kali percobaannya gagal — alat terbakar, putaran turbin tersumbat, hingga aliran listrik tak stabil. Tapi Sucipto tak menyerah.
“Kalau berhenti, berarti saya egois. Padahal ini untuk semua,” ujarnya mengenang masa-masa sulit itu.
Editor : Diva Zahra
Artikel Terkait
