Pendapatan Pajak Pasir Lumajang Baru Rp 8,7 Miliar, Jauh dari Target

LUMAJANG, iNewsLumajang.id – Realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Lumajang dari sektor pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) tercatat baru mencapai Rp 8,77 miliar, hingga 20 Juli 2025. Angka tersebut masih jauh dari target tahunan yang ditetapkan sebesar Rp 24,35 miliar.
Plt Kabid Perencanaan dan Pengendalian Operasional Badan Pengelola Retribusi Daerah (BPRD) Lumajang, Dwi Adi Harnowo, mengungkapkan penyebab rendahnya capaian tersebut adalah kebijakan baru terkait pembagian pajak (opsen) antara pemerintah kabupaten dan provinsi. Kebijakan ini mulai diterapkan sejak awal 2025.
“Pada 2024, seluruh nilai pajak pasir masuk ke kas daerah. Misalnya Rp 35.000 per rit, semuanya menjadi pendapatan Pemkab Lumajang. Namun, mulai 2025, sesuai ketentuan UU HKPD Nomor 1 Tahun 2022, 25 persen dari nilai itu harus disetorkan ke Pemprov Jatim. Jadi, yang masuk ke kas daerah hanya sekitar Rp 28.000,” jelas Dwi, Selasa (22/7/2025).
Untuk menjaga stabilitas pendapatan, Pemkab Lumajang memutuskan melakukan penyesuaian muatan per ritase, bukan menaikkan tarif secara langsung. Jika sebelumnya satu rit dihitung setara 8 ton, kini perhitungannya diubah menjadi 7,5 ton. Konsekuensinya, tarif pajak per rit naik dari Rp 35.000 menjadi Rp 52.500.
“Ini bukan kenaikan tarif, tetapi penyesuaian agar beban pajak lebih sesuai dengan kapasitas angkut sebenarnya,” tegas Dwi.
Pemkab Lumajang juga memastikan saldo lama pada kartu Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) tetap diakui, asalkan top-up dilakukan sebelum 14 Juli 2025. Penambang pun tidak diwajibkan mengganti kartu selama kartu masih aktif dan saldo mencukupi.
“Baik saldo Rp 35.000 maupun Rp 52.500 tetap dianggap sah selama kartu masih berlaku. Kebijakan ini mulai efektif per 14 Juli,” lanjutnya.
Untuk memperkuat pengawasan, pemerintah daerah kini mewajibkan penggunaan kartu SKAB elektronik. Bank Jatim ditunjuk sebagai pihak pencetak dan distributor kartu, sementara petugas lapangan menggunakan kartu tersebut untuk memvalidasi pengangkutan pasir.
“Kartu ini akan mempermudah pendataan sekaligus pengawasan aktivitas tambang. Kami berharap sistem ini membuat pengelolaan pajak pasir lebih transparan,” tutur Dwi.
Dwi mengakui sempat terjadi protes dari sejumlah sopir truk pasir. Namun, menurutnya, keluhan mereka lebih disebabkan keterlambatan distribusi kartu SKAB, bukan karena penyesuaian tarif.
“Waktu itu, aktivitas penambang legal sempat berhenti sementara, sehingga distribusi kartu terhambat,” ungkapnya.
Ia berharap seluruh pihak, baik penambang legal, penambang manual, maupun para sopir, dapat menjaga situasi tetap kondusif agar target PAD tahun ini bisa tercapai.
“Kunci keberhasilan tetap pada kekompakan semua pihak. Jika kondusif, kami optimistis pendapatan sektor pasir bisa kembali seperti 2024, bahkan melebihi. Tahun lalu, capaian PAD dari sektor ini berhasil tembus 109 persen dari target,” pungkasnya.
Editor : Diva Zahra